KtHx54QkBr383xDR2xK8jWF4FPsDN0wkvFCwXh9V
Bookmark

Menyikapi Tragedi Carok di Bangkalan Madura: Solusi Islam untuk Menyelesaikan Konflik


Oleh: Albi Rosadi Romdhoni (Ketua ILP Pontianak)

Tragedi carok yang terjadi di Tanjung Bumi Bangkalan, Madura, tepatnya pada hari Jumat, 12 Januari 2024, menyebabkan gelombang reaksi dan kekhawatiran di kalangan masyarakat. Banyak yang merasa terguncang dan prihatin dengan kejadian tersebut, sementara sebagian lagi menganggap ini sebagai gambaran dari berbagai konflik yang mungkin terjadi di berbagai lapisan masyarakat. Meskipun carok mungkin dipahami sebagai bagian dari tradisi atau budaya tertentu, penting untuk mengevaluasi cara pandang terhadap penyelesaian konflik dan mencari solusi yang lebih baik terlepas dari latar belakang penyebabnya.

Islam, sebagai agama yang mencakup semua aspek kehidupan, memberikan panduan yang jelas tentang bagaimana menangani konflik. Kekerasan atau carok bukanlah satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah, dan Islam menawarkan alternatif yang lebih damai dan adil. Dalam Islam, penyelesaian konflik dengan damai ditekankan sebagai nilai yang fundamental. Islam bukan hanya agama ritual, tetapi juga sebuah panduan hidup yang mencakup semua aspek kehidupan, termasuk penyelesaian konflik. Tidak ada ruang bagi kekerasan yang tidak dibenarkan atau penyelesaian konflik yang merugikan kedamaian masyarakat. Sebagai umat Islam, penting bagi kita untuk merenung dan mengimplementasikan nilai-nilai tersebut dalam menanggapi tragedi carok dan konflik serupa.

Sumber nilai tertinggi dalam agama Islam adalah Al-Quran. Al-Qur'an sendiri sangat layak dijadikan sebagai rujukan untuk melakukan beberapa terobosan resolusi konflik demi terciptanya sebuah kedamaian. Bukankah Al-Quran sendiri merupakan syifa’ (penawar, obat dan solusi) bagi sebagian problem kemasyarakatan, termasuk di dalamnya masalah konflik dan kekerasan.

Berkaitan dengan fenomena carok, dalam hal ini ada beberapa ayat al-Quran yang bisa dijadikan inspirasi motivasi dan advokasi untuk terwujudnya resolusi konflik demi terwujudnya perdamaian antar umat manusia.

Pertama; Upaya Mediasi (tahkim). Salah satu upaya meresolusi konflik untuk menciptakan perdamaian adalah dengan mediasi, yaitu proses penyelesaian sengketa antara kedua belah pihak dengan mendatangkan seorang mediator atau juru damai. Dalam hal ini al-Quran menyatakan dalam surat an-Nisa ayat 35: “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakim dari keluarga laki-laki dan seorang hakim dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakim itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami istri itu..”.

Konteks ayat tersebut memang berbicara tentang konflik dalam rumah tangga, namun signifikansi ayat tersebut menegaskan akan pentingnya upaya mediasi untuk mencapai perdamaian. Konflik biasanya akan menyebabkan perpecahan. Ketika melakukan mediasi, maka pihak yang menjadi mediator haruslah berdiri di tengah, tidak boleh ada pemihakan atau simpati kepada salah satu pihak yang sedang berkonflik.

Kedua; Musyawarah (syura). Musyawarah merupakan suatu upaya untuk memecahkan sebuah persoalan, guna mengambil keputusan bersama dalam penyelesaian atau pemecahan masalah yang menyangkut urusan duniawi, termasuk juga konflik dan kekerasan agama. Al-Quran menegaskan pentingnya musyawarah, misalnya dalam surat Ali Imran ayat 158: “..bermusyawarahlah kamu (Muhammad) dengan mereka dalam urusan tertentu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, bertakwalah kepada Allah..”

Jika kita tarik dalam konteks resolusi konflik, ayat tersebut memberikan petunjuk agar para pemimpin ataupun tokoh agama bermusyawarah dalam menentukan keputusan terbaik dan mencari solusi terbaik mengenai konflik yang sedang terjadi. Sebab dengan bermusyawarah diharapkan dapat memperoleh sudut pandangan yang lebih membawa kepada kebaikan bersama.

Ketiga; Saling Memaafkan dan berdamai (ishlah). Memaafkan pihak-pihak yang berkonflik akan cenderung mempertahankan ego sektoral masing-masing. Keduanya akan merasa paling benar dan akan mempertahankan pandangnya masing-masing. Lebih-lebih berkaitan dengan keyakinan agama yang bersifat ideologis-dogmatis. Padahal sangat mungkin hal itu dilakukan semata-mata untuk mempertahankan diri atau kelompok. Untuk itu, agar tidak terjadi aksi balas dendam, kebencian dan permusuhan yang berkepanjangan adalah dengan cara saling memaafkan. Al-Quran menegaskan betapa saling memaafkan menjadi indikator tentang kebaikan dan ketakwaan seseorang. (Q.S. al-Baqarah: 237).

Setelah saling memaafkan dilakukan dengan tulus, maka perdamaian pasca konflik itu pun akan menjadi kenyataan. Al-Quran dalam hal ini pun menegaskan pentingnya beragama secara damai. Perdamaian juga harus diikuti dengan tindakan yang konkret dengan cara berlaku baik secara maksimal, termasuk kepada penganut agama lain juga sangat penting. Apalah artinya kita berdamai kalau masing-masing pihak tidak berusaha untuk berbuat baik. Dalam surat al-Mumtahanah ayat 8 Allah berfirman “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu Karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”.

Keempat; Jaminan Kebebasan (al-Hurriyah). Dalam pandangan al-Quran, kebebasan sangat dijunjung tinggi, termasuk dalam menentukan pilihan beragama misalnya dalam surat al-Baqarah ayat 256 Allah berfirman “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”. Sebab kebebasan merupakan hak setiap manusia yang diberikan Allah swt., tidak ada percampuran hak atas kebebasan kecuali di bawah dan setelah melalui proses hukum. Namun demikian, kebebasan yang dituntut oleh Islam adalah kebebasan yang bertanggung jawab. Bebas di sini juga bukan berarti bebas tanpa batas, semaunya sendiri, melainkan kebebasan yang dibatasi oleh kebebasan orang lain.

Tragedi carok di Bangkalan, Madura, menjadi tolok ukur untuk merenungkan solusi yang lebih baik dalam menanggapi konflik. Islam memberikan panduan yang jelas mengenai penyelesaian konflik melalui mediasi, musyawarah, perdamaian, dan jaminan kebebasan. Pemahaman dan implementasi nilai-nilai tersebut di tengah masyarakat dapat membawa perubahan positif, menciptakan lingkungan yang damai, dan mencegah terjadinya konflik serupa di masa depan. Semoga tragedi ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi kita semua untuk meningkatkan pemahaman terhadap solusi penyelesaian konflik yang lebih Islami dan manusiawi. (op)

Posting Komentar

Posting Komentar