KtHx54QkBr383xDR2xK8jWF4FPsDN0wkvFCwXh9V
Bookmark

Semarak Ber-NU; Semarak Berwasathiyah

Logo Harlah NU ke-95
 

Semarak hari lahir organissi islam Nahdhatul Ulama (NU) semakin hari semakin terasa. Bagaimana tidak, twibbon bertuliskan Harlah NU ke-95 dengan bingkai yang beragam serta foto masing-masing pengguna mulai ramai berkeliaran di sosial media seperti Facebook, Instagram dan WhatsApp. Iya, tepat pada tanggal 31 Januari 2021 kemaren kita memperingati Harlah NU yang ke 95. Organisasi yang dibangun sejak tahun 1926 M atas prakarsa Hadratus Syekh KH. Hasyim Al-Asy’ari di Surabaya hingga saat ini masih berdiri.

Menapak tilasi sejarah didirikannya organisai NU yaitu karena adanya hempitan masyarakat Indonesia dalam lingkup sosial politik Wahabi sekitar tahun 1924 M. Akhirnya terbentuklah oragnisasi NU dengan tujuan untuk melestarikan, mengembangkan, dan mengamalkan ajaran Islam Aswaja dengan menganut salah satu mazhab empat yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali.

Aswaja dengan At-tawassuth (sikap tengah), At-tawazun (sikap seimbang dalam segala hal), Al-i’tidal (tegak lurus) dan At-tasamuh (toleransi) nya telah menjadi pondasi kuat dalam menopang keeksistensian NU hingga detik ini.  Oleh karenanya, memahami esensi organisasi NU dirasa penting agar tidak menyimpang dari sikap yang telah menjadi pondasi dasar tersebut.

Bebicara mengenai karakteristik NU maka dapat kita simpulkan bahwa salah satu karakter utama yang dimiliki adalah sikap wasathiyah. Wasathiyah dapat juga diartikan dengan moderat yakni sikap pertengahan dalam memandang segala hal. Kendatipun kita mengerti makna wasathiyah, namun untuk menerapkan dalam kehidupan sehari-hari bukanlah hal yang mudah. 

Pemaknaan wasathiyah pun kian berkembang seiring berkembangnya zaman. Para Mufassir era kontemporer turut hadir mengupas adanya pemaknaan wasathiyah dengan berbagai metode yang beragam. Penafsiran dengan metode maqashidi misalnya, turut hadir memaknai wasathiyah tersebut. Sebagaimana yang dikutip dalam buku At-tafsir Al-Maqashidi karya Abdul Mustaqim bahwa sikap wasathiyah memiliki subuah maqashid (tujuan) yakni menjaga esensi agama sebagai penyempurna dari agama samawi sebelumnya.

Jika kaum Yahudi terlalu keras dalam menghukumi sesuatu sedangkan kaum Nashrani terlalu mudah dalam menghukumi sesuatu, maka Islam datang sebagai agama pertengahan yang tidak terlalu berat dan juga tidak terlalu ringan dalam menghukumi sesuatu. Itulah yang menjadi ciri khas dalam Islam wasathiyah

Wasathiyah (moderat) yang disuarakan oleh umat muslim merupakan salah satu karakter yang dimiliki oleh Islam. Sikap moderat ini berada dalam sum-sum kehidupan masyarakat muslim. Terlebih di Indonesia yang memiliki baragam manusia dengan ciri khasnya tersendiri. Warna kulit, bahasa, ras, suku, dan lain sebagainya. Sebagaimana semboyan yang kita miliki “Bhinneka Tunggal Ika” berbeda-beda tetapi tetap satu, yang mana hal itu tidak dapat tercapai tanpa adanya sikap moderat.

Menurut Abdul Mustaqim, sikap moderat perlu diterapkan pada 3 aspek perilaku manusia yakni moderat dalam beraqidah, beribadah (beragama) dan bersosialisasi (bergaul kepada sesama). Adapu 3 point ini merupakan point inti yang tidak dapat terlepaskan dari kehidupan manusia yang berstatus sebagai hamba dari Tuhannya dan manusia sosial yang tidak dapat lepas dari bantuan orang lain.

Moderat beragama dapat direalisasikan dengan tidak berlebihan dan tidak pula kurang dari takarannya. Moderat dalam beraqidah direalisasikan dengan adanya meyakini bahwa tiada Tuhan yang berhak untuk disembah selain Allah SWT. Hal ini sebagai jalan tengah dari aqidah kaum mulhidin yang meyakini tidak adanya tuhan dan dari aqidah kaum musyrikin yang menganggap bahwa Tuhan itu berbilang. Sedangkan yang terkahir adalah moderat dalam bergaul antara sesama makhluk. Hal ini digambarkan dengan adanya ketentuan berzakat bagi orang muslim. Pada dasarnya manusia memiliki hak atas segala hartanya, akan tetapi di balik harta yag lebih itu terdapat hak orang lain. Oleh karena itu, zakat hadir sebagai jalan tengah dalam mengklaimkan pemilik harta sesungguhnya.

Pemaparan tiga aspek di atas menjelaskan bahwa manusia tidak dapat terlepaskan dari mengaplikasikan sikap wasathiyah demi terwujudnya kehidupan yang tentram serta damai. Organisasi NU yang dibangun berdasarkan atas sikap wasathiyah mencoba mewujudkan kehidupan yang lebih baik dengan menanamkan sikap moderat pada setiap pengikutnya. Tidak hanya sekedar mengikuti organisasi akan tetapi yang lebih penting adalah memiliki karakter yang sesuai dengan dasar pondasi organisasi. Oleh sebab itu, adanya Harlah NU ini perlu kiranya untuk mengulas kembali sejarah munculnya serta urgensi berdirinya organisasi NU itu sendiri.


Penulis : Aty Munshihah

Editor : Yusuf An-nasir 

0

Posting Komentar