KtHx54QkBr383xDR2xK8jWF4FPsDN0wkvFCwXh9V
Bookmark

Social Distancing dan Proksimitas Komunikasi

Social Distancing/Net

Oleh: Ibrahim (ab_irhamiy)

JURNALISTIWA.CO.ID - Kasus Virus Corona (Covid-19) masih terus menjadi trending topik komunikasi sejak pertama kali muncul di Wuhan China akhir tahun 2019. Apalagi ketika kasus ini masuk ke Indonesia awal Maret 2020, hampir semua perhatian dan energi bangsa ini terkuras.

Setiap waktu berganti jam, hari berganti minggu, minggu berganti bulan, pemberitaan kasus infeksi virus korona di tanah air terus menghantui pikiran kita. Benar-benar bisa bikin stres-defresi, jika tidak bisa mengelola diri dengan baik setiap informasi yang berkembang.

Namun di balik itu, himbauan terhadap perubahan gaya hidup, komunikasi dan interaksi sosial sebagai upaya pencegahannya justru seringkali diabaikan oleh sebagian kita. Padahal para ahli kesehatan sudah mengingatkan bahwa pola penularan virus ini utamanya melalui droplet yang keluar saat si penderita batuk atau bersin. Karenanya kita dihimbau untuk pakai masker dan menjaga jarak dalam berkomunikasi yang disebut social distancing (jarak sosial), atau pshycal distancing (jarak fisik).

Ada apa dengan jarak sosial dalam komunikasi? Mengapa harus ada jarak dalam komunikasi? mengapa jarak komunikasi itu penting? Apa sesungguhnya makna jarak dalam komunikasi?

Dalam komunikasi, jarak fisik merupakan bagian penting dari studi ilmu komunikasi, yang  disebut dengan proximity (proksimitas). Setidaknya ada dua teori besar yang memberikan perhatian terhadap kajian proksimitas itu.

Pertama, teori komunikasi spiral (spiral theories of communication) yang dikomandani oleh Edward T. Hall (1963); Kedua, teori penetrasi sosial (social penetration) yang dikomandani oleh Altman dan Taylor (1973).

Hall memberikan klasifikasi jarak dan makna komunikasi sosial dalam tahap umum, sosial, pribadi, intimasi. Sementara Altman & Taylor memberikan klasifikasi dan makna komunikasi sosial dalam tahap kontak, keterlibatan, keakraban, menyatu. Artinya, setiap jarak dalam komunikasi memiliki makna tersendiri yang harus difahami. Bukan saja soal maknanya, tapi juga soal etika dan efeknya dalam hubungan sosial.

Tulisan ini tentu tidak akan menguraikan secara detil setiap jarak tersebut dalam komunikasi. biarkan itu wilayah akademis, artikel jurnal atau buku komunikasi saja yang mengulasnya. Artikel pendek ini hanya ingin menampilkan kajian jarak komunikasi ini dalam konteks social/pshycal distancing pada musim pandemi Korona ini.

Himbauan untuk menjaga jarak dalam berkomunikasi (baik sosial maupun fisik) memiliki arti penting dalam ineraksi kemanusiaan kita saat ini. Bukan saja karena faktor kesehatan, tapi juga faktor sosial, budaya dan komunikasi manusia. Jarak dalam komunikasi bukan saja memberikan makna dalam konteks pesan yang disampaikan, tapi ada banyak pesan yang menyertai di dalamnya.

Contoh, kita bisa menilai tingkat hubungan antar partisipan dengan memperhatikan jarak dalam berkomunikasi. Disinilah kita bisa mengenal interaksi sebagai teman biasa, teman spesial, seorang sahabat, sedang pacaran, atau bahkan pasangan suami isteri. 

Jarak kontak (teori 1) atau jarak umum (teori 2) memberikan makna bahwa sebuah komunikasi pada awalnya dibangun hanyalah sekedar basa basi, atau sai hallo saja untuk membuka ruang bagi komunikasi berikutnya. Karena itu, yang dicari dalam tahap ini adalah kesan awal dari proses komunikasi sosial, bukan makna pesan lahiriahnya.

Dalam konteks masyarakat timur yang menganut budaya konteks tinggi (high context culture), kemampuan basa basi dalam komunikasi sangat penting. Mengabaikan basa basi justru dianggap sebagai ketidak sopanan.

Sementara jarak sosial (teori 1) atau keterlibatan (teori 2), menunjukkan bahwa tingkat kesungguhan dalam komunikasi sudah lebih baik dan mulai dapat dipercaya. Dalam jarak ini, komunikasi yang dibangun sudah mulai masuk ke tahap kesediaan bersama untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman, meskipun masih sangat umum dan terbatas.

Membuka hal-hal pribadi pada tahap ini justru dianggap menyalahi etika dan norma budaya.

Jarak pribadi (teori 1) atau keakraban (teori 2), menunjukkan bahwa komunikasi sudah mengarah pada ketulusan untuk berbagi informasi antar pribadi. Sebuah informasi dan keterbukaan yang sudah bisa dipercaya, meskipun masih terbatas dengan norma-norma sosial, adat, budaya dan sebagainya.

Mengabaikan norma-norma tersebut dalam hubungan pribadi ini dianggap sebagai pelanggaran etika berkomunikasi.

Sementara jarak intimasi (teori 1) atau menyatu (teori 2) adalah jarak komunikasi yang paling dekat dan tampa batas fisik, ruang dan waktu. Karenanya jarak ini hanya pastas dilakukan oleh pasangan suami istri yang sudah secara sah mengingat diri dalam hubungan keluarga. Jarak dimana tidak ada lagi rahasia, kepura-puraan dalam hubungan dan komunikasinya.

Jika dalam hubungan suami isteri masih ada kepura-puraan dan rahasia, maka itu sesungguhnya menyalahi ketentuan dalam jarak komunikasi ini, dan tentu saja menjadi kendala membangun komunikasi yang baik dan efektif dalam keluarga.

Intinya, pergaulan antar teman biasa, sahabat, atau katakanlah sekedar pacaran, yang tidak sesuai dengan keharusannya, maka itu dianggap menyalahi. Sebagai contoh, hubungan antar teman, sahabat, atau paling jauh pacaran, tetapi dilakukan dalam tahapan dan praktek  komunikasi yang sangat akrab, bahkan intimasi, maka sesungguhnya itu menyalahi ketentuan dalam teori proksimitas, dan termasuk etika sosial, norma budaya dan agama.

Pelanggaran terhadap ketentuan dalam komunikasi ini akan berakibat pada terjadinya penyakit sosial, sumbang mata, dan pertentangan norma adat, budaya dan agama. Karena itu, menjaga jarak dalam satu interaksi sosial yang seharusnya, menjadi bagian penting untuk difahami. 

Dalam masa pandemi saat ini?
Teori proksimitas memberikan kita beberapa pemahaman detil untuk setiap jarak komunikasi dan maknanya. Kebiasaan sebagian kita yang tidak mematuhi jarak komunikasi yang seharusnya, bukan saja menjadi penyakit sosial, pelanggaran nilai budaya dan agama, melainkan juga penyakit fisik berupa kemungkinan akan terpapar virus.

Karena itu, seharusnya kita fahami maksud dan tujuan dari pembatasan jarak dalam komunikasi di masa pandemi ini. Marilah kita patuhi himbauan menjaga jarak sosial (social distancing) dan jarak fisik (proksimitas) dalam komunikasi kita, sehingga kita terhindar dari segala penyakit yang menyertainya. Wallahua`lam.

 (29-04-20 M/ 6 Ramadhan 1441 H).
0

Posting Komentar