Ilustrasi by Tirto |
JURNALISTIWA.CO.ID - Pandemi covid 19 yang sampai hari ini masih mengancam keselamatan kita sesungguhnya sebuah ujian ataukah teguran dari Allah? Sudah begitu banyak narasi yang coba menjawab pertanyaan ini.
Dengan perspektif dan argumentasi yang saling berbeda, dan mungkin saja kedua-duanya bisa kita fahami. Tapi, tentu saja dengan tampa perlu menunjukkan mana yang salah atau benar dari keduanya. Karena kesalahan atau kebenaran itu adalah mutlak “Pengetahuan’ Allah. Hanya Allah lah yang maha tahu akan hakikat diturunkan musibah ini, untuk apa.
Jika kita berpikir bahwa musibah ini adalah ujian Allah, maka Ramadhan ini seharusnya menjadi momentum untuk kita meneguhkan iman dalam kesabaran dan tawakkal kepada-Nya. Jika kita berpikir bahwa musibah ini adalah sebuah teguran Allah, Ramadhan inilah saatnya untuk kita memperbanyak taubat dan amal ibadah kepada-Nya.
Yang pasti, dibalik keduanya, ada Ikhtiar yang mesti kita lakukan. Ikhtiar dalam kesabaran dan tawakkal. Ikhtiar dalam bertaubat dan memohon ampunan dari-Nya. Hanya itulah pilihan yang mesti kita lakukan. Tidak perlu kita mendebatkan kedua pandangan tersebut, mana yang benar, Ujian atau Teguran.
Dalam kondisi pandemi musibah yang sedang kita hadapi, kenyataan lain hari ini adalah hadirnya bulan Ramadhan di tengah-tengah kita. Bulan yang menjanjikan berbagai keberkahan dan kemuliaannya. Bulan yang menjadi momentum untuk umat Muslim memperbanyak amal ibadah kepada Allah. Bulan yang menjanjikan pahala ibadah yang berlipat ganda, segala doa dan permohonan senantiasa dikabulkan, pintu taubat dan ampunan terbuka lebar.
Singkatnya, Ramadhan hadir sebagai washilah dan kesempatan untuk kita mensucikan diri, pikiran dan hati dari segala kotoran dan noda, nafsu syahwat dan tipu daya dunia yang fana.
Kehadiran Ramadhan di tengah pandemi saat ini, mengharuskan kita untuk mampu mengambil pemahaman yang bijak dalam beribadah. Beribadah yang mempertimbangkan aspek-aspek keutamaan dan juga kemaslahatan. Mempertimbangkan aspek keutamaan bermakna kita mampu menentukan pilihan tatacara baik dan tepat dalam pelaksanaan amaliah ramadhan. Sementara mempertimbangkan kemaslahatan bermakna kita mampu mengurangi efek negatif yang mungkin saja terjadi di tengah situasi pandemi yang sedang kita hadapi.
Shalat taraweh di masjid itu baik dan utama untuk dilakukan, sesuatu yang maslahat. Akan tetapi kemaslahatan itu mesti benar-benar mampu menjamin keamanan dan keselamatan jiwa umat. Apakah dengan berjamaah di masjid, umat terjamin dari kemungkinan penularan virus? Apakah semua jamaah yang datang ke masjid dijamin sehat dan terbebas dari penyakit atau virus yang berpotensi menularkan kepada jamaah yang lain?
Kondisi pandemi ini mengharuskan kita untuk lebih waspada. Satu bentuk kewaspadaan itu adalah dengan menjaga jarak komunikasi, menghindari kerumunan, mengurangi interaksi secara langsung antarbanyak orang, termasuk meniadakan shalat berjama`ah atau shalat taraweh di masjid. Begitulah himbauan pemerintah dan ulama yang harus kita patuhi. Dan jika semua itu harus kita lakukan, maka pastikan untuk tetap memperhatikan dan mematuhi semua aspek protokol keamanan dan keselamatan diri dan orang lain.
Dalam tuntunan agama, sesungguhnya ada prinsip atau kaidah yang mengatakan “menghindari keburukan itu jauh lebih diutamakan dibandingkan mengejar manfaat”.
Dalam kaitan itu, menarik untuk mengutif pernyataan Prof. Quraish Shihab dalam program chanel youtube Shihab dan Shihab. Menurutnya, “ke masjid bagus untuk shalat berjamaah, beri`tikaf dan lain-lain. Akan tetapi kalau itu dikhawatirkan menimbulkan dampak negatif, maka memperhatikan dampak negatif itu menjadikan kita boleh meninggalkan yang bermanfaat”.
Nabi bersabda “laa dharar walaa dhirar”. Tidak boleh ada hal yang membuat mudharat kepada diri dan juga kepada orang lain.
Lebih lanjut Quraisy Shihab menegaskan, ada beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam kita menjalankan ibadah Ramadhan di tengah pandemi seperti ini;
Pertama, kita harus pandai-pandai memilih apa yang sebaiknya kita lakukan, dan yang mestinya kita hindari dalam masa pandemi seperti ini. Karena sesungguhnya, agama memberikan pilihan-pilihan untuk kita amalkan.
Dalam bulan ramadhan, ada shalat malam, tadarus al-qur`an, bersedeqah dan bantu orang yang tidak mampu. Semua itu adalah pilihan yang bisa kita lakukan. Apapun kebaikan yang kita lakukan, akan ada ganjaran pahalanya di sisi Allah. Jadi kalau cuma amalan sunnah, jangan paksakan diri melakukannya, apalagi berpotensi mengakibatkan kemudaratan buat diri dan orang lain.
Kedua, dalam hal pilihan-pilihan kebaikan dalam agama, Nabi Saw pernah bersabda; “Allah telah memberikan kepadaku lima keistimewaan yang tidak diberikan kepada ummat yang lalu, salah satunya adalah Allah menjadikan persada bumi ini sebagai masjid buat umatku”.
Ini artinya, di manapun bumi ini, semuanya bisa untuk bersujud, untuk taat kepada Allah, untuk mengabdi kepada-Nya, mengabdi kepada kemanusiaan. Bumi adalah alat penyucian buat umatku, menyusikan diri, menyusikan jiwa dan sebagainya. Jadi, bumi bukan hanya dalam arti tayamum. Kebaikan bukan hanya di masjid, tapi di semua persada bumi ini.
Taraweh ke masjid itu bagus, sebagaimana nabi bertaraweh. Tapi tahukah kita kalau Nabi hanya tiga malam saja bertaraweh di masjid. Selebihnya Nabi lakukan shalat taraweh di rumah. Mengapa demikian?
Menurut Sayyidina Aisyah, Nabi khawatir jika terus-terusan melaksanakan taraweh di masjid, kelak umatnya menganggap shalat taraweh itu wajib, jamaah taraweh ke masjid itu juga wajib. Istilah taraweh itu sendiri baru dikenal di masa Sayyidina Umar, termasuk anjuran untuk berjamaah taraweh di Masjid, atau bahkan penentuan rakaatnya.
Sementara situasi sekarang berbeda. Situasi di tengah pendemi (zona merah) mengharuskan kita shalat di rumah, berjamaah dengan keluarga inti di rumah. Jangan sekali-kali kita merisaukan keadaan ini. Toh kita masih tetap bisa laksanakan amaliah ramadhan, meskipun di rumah.
Prinsipnya, tidak boleh ada kemudaratan buat diri dan orang lain dengan ibadah yang kita lakukan. Begitulah seharusnya Ibadah Ramadhan ini kita laksanakan di tengah pandemi wabah covid 19. Wallahu a`lamu bish shawab.
(25-04-20 M/ 2 Ramadhan 1441 H)
Posting Komentar