Ilustrasi/Net. |
Pena telah digoreskan pada ribuan halaman
Yang mana catatan usang yang jadi dominan
Tentang diri yang memunguti kerlap-kerlip berguguran
Hingga terlelap, berjalan sambil tiduran
Saat bangun diri telah lupa
Aku tak mengenal neraka dan apa itu surga
Maka hidup bernyawa seperti tak berjiwa
Karena baqa’ telah disilaukan oleh pernik fana
Ya, aku terpontang-panting terjungkir balik
Terjerat oleh belenggu nikmat, baiknya jalanku belum sampai titik
Bangkit, dan keluar dari persimpangan walau kutapaki pelik
Saat fajar mewarnai langit subuh dengan guratan jingga
Ku tak hendak kalah dengannya
Jalanku seketika indah, meloka Syahrul Maghfirah di depan mata
Maka tutup lembaran usang dan gores lembaran baru bersama asa
Walau sekeliling mencoba mempercundangi, pena kan terus menggores catatan kemenangan emas dalam arena pertarungan ini
Saat itu pula diri mematri niat mewarnai buku cerita dengan hamasah
Menjadi raja dan melepaskan diri dari perbudakan nafsu belaka
Hingga kejayaan ku raih menduduki kursi taqwa
Asa kan terlukis di lembaran akhir sebuah istana nirwana.
*Penulis Sastramadhan Asal Mempawah
Posting Komentar