KtHx54QkBr383xDR2xK8jWF4FPsDN0wkvFCwXh9V
Bookmark

Legitimasi Pemilu Berada Pada Etika Politik


Oleh: Khotib*

Pada dasarnya negara yang menganut sistem politik demokrasi akan menggelar pemilihan umum secara langsung khususnya negara Indonesia, tahun politik 2019 sudah momentum hajatan demokrasi rakyat Indonesia yang akan memilih wakil-wakil rakyat untuk menduduki dikursi legislatif.

Tentunya rakyat Indonesia mesti mengetahui etika politik untuk penlegitimasian pemilu baik penyelenggara pemilu, peserta pemilu, dan partisipasi politik lainnya.

Karena Pesta demokrasi menjadikan aspirasi dan keputusan masyarakat dalam memilih wakil rakyatnya. Demokrasi tidak dapat diterapkan tanpa melakukan pemilihan umum (Gardner 2012). 

Karena kedaulatan rakyat dinegara demokrasi diwadahi atas pemilu. Pemilu adalah sarana demokrasi rakyat untuk memilih figur yang dipercaya untuk mengisi jabatan legislatif dan jabatan eksekutif.

Sungguh ironis manakala masih dijumpai adanya pandangan yang keliru bahwa antara politik dan moral dibedakan dalam pandangan dunia politik, padahal etika politik menuntun kekuasaan dalam negara agar sesuai dengan prinsip-prinsip moral dasar negara modern dan asas pemilu itu sendiri seperti legitimasi demokratis, serta kejujuran dan kedailan dan legalitas hukum.

Karena etika politik berkaitan dengan tentang nilai-nilai moral atau perilaku manusia serta baik dan tidak baiknya berkaitan dengan filosofis baik buruk atau benar salah.

"Souryal 1999 mengatakan etika sebagai filosofis yang menguji prisip benar dan salah atau baik dan buruk”.

Bilamana dari semua komponen penyelenggara pemilu, peserta pemilu, dan partisipasi politik menjungjung sikap kejujuran, bersikap santun, berintegritas, bersikap adil, bersikap benar, dan menghargai satu sama lain maka rasa etika politik akan menjiwai sistem demokrasi tersebut. 

Melihat akurasi etika politik tepat adanya muncul sebagai perekat keadilan dan ketentraman berbangsa dan bernegara dengan melihat akan terjadinya disuatu pemilu maka dapat dilihat dari relevansi suatu legitimasi etika politik baik penyelenggara pemilu, peserta pemilu, dan partisipasi politik yaitu:

Secara yuridis penyelenggaraan pemilu pada UU No 7 Tahun 2017 pasal 3 tentang penyelanggaraan pemilihan harus menyelenggarakan pemilu harus memeuhi prinsip, mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntatabel, efektif, dan efesien. 

Sedangkan peserta pemilu juga diikat oleh aturan-aturan seperti halnya; mengganggu ketertiban umum memiliki aturan melakukan kampanye isu SARA, menjanjikan atau memberi money politik, mengganggu ketertiban umum, menghasut dan mengadu domba, dan mengancam untuk melakukan kekerasan.

Sebagaimana juga partisipasi politik turut memenuhi asas pemilu dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasisa (Luber) dan Jujur dan adil (Jurdil). 

Dengan demikian, penulis dapat menyimpulkan tulisan yang diatas bahwasanya masyarakat  menggirohkan semangat kebenaran, kejujuran, keadilan dan kebajikan karena atas dasar agar aktivitas pemilu (politik) berlangsung dengan rasa damai, keadilan dan kesejahteraan guna penlegitimasian etika politik tetap relevansi didalam kehidupan negara demokrastis. 

*Mahasiswa Ilmu Politik Angkatan 2015 FISIP UNTAN

1 komentar

1 komentar

  • PENGURUS RANTING NU DESA TELUK LERANG
    PENGURUS RANTING NU DESA TELUK LERANG
    28 Januari 2019 pukul 19.47
    Bravo
    Reply