Ilustrasi/Net |
Oleh : Rohmatul Hasanah*
JURNALISTIWA.CO.ID- Modernisasi adalah suatu proses transformasi dari suatu perubahan kearah yang lebih maju atau meningkat diberbagai aspek dalam kehidupan masyarakat. Modernisasi merupakan proses perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara baru yang lebih maju dalam rangka untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Digitalisasi adalah proses mengubah berbagai informasi, kabar, atau berita dari format analog menjadi format digital sehingga lebih mudah untuk diproduksi, disimpan, dikelola, dan didistribusikan.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pesantren adalah Salah satu lembaga pendidikan islam yang merupakan subcultural masyarakat Indonesia. Pesantren menjadi salah satu institusi yang unik dengan ciri-ciri khas yang kuat dan lekat. Peran yang di ambil adalah upaya pencerdasan bangsa yang telah turun menurun dilakukan tanpa henti. Memberikan pelajaran bahwa pendidikan bukan hanya semata-mata karna kepentingan kekuasaan melainkan kewajiban dan pengabdian kepada Tuhan.
Diakui atau tidak, pondok pesantren dengan bentuk dan variasi proses pembelajarannya, merupakan bagian dari peradaban bangsa yang telah melekat kuat dalam sejarah bangsa. Keunggulan pondok pesantren terletak pada prinsip “memanusiakan manusia” dalam proses pembelajarannya.
Mengingat pada saat ini proses pembelajaran di sekolah dan pendidikan formal lainnya sudah banyak bergeser dari tujuan awal, di mana pendidikan formal cenderung lebih berorientasi kepada hal-hal yang bersifat materi dan pencapaian nilai akademik semata, serta kurangnya unsur keteladanan guru. Oleh karena itu dalam mengkaji pondok pesantren yang harus mendapat prioritas utama adalah peranannya sebagai alat tranformasi kultural yang menyeluruh dalam kehidupan masyarakat (M. Nasihin Hasan, 1998:89).
Sebagai sebuah lembaga pendidikan yang hidup pada masa modern yang demikian gencar menawarkan perubahan, masih banyak pesantren yang tetap tidak bergeming. Memilih mempertahankan kekhasan nya sebagai sebuah lembaga pendidikan agama tradisional. Tidak menambahkan sentuhan modern sedikitpun. Dengan demikian diharapkan melalui pola pendidikan yang dibangun, mereka bermaksud membangun karakter santri untuk bekal masa depan yang lebih baik.
Pendidkan Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan yang berlandaskan Islam di Indonesia saat ini mengalami tantangan nasional-global yang tidak ringan. Tantangan tersebut bahkan datang dari kalangan Islam sendiri, dengan maraknya gerakan yang mengklaim tafsir keberagaman kelompoknya sebagai yang paling benar.
Seperti yang kita tahu bagaimana pesantren merespon teknologi. Mayoritas pesantren membatasi para santri dalam mengakses teknologi informasi karena dipandang lebih banyak mudhorot daripada manfaatnya. Akibatnya santri terlambat dalam menghadapi sebuah isu.
Dizaman yang serba modern ini, sudah banyak bermunculan digitalisasi kitab klasik. Setiap konten belajar santri atau kitab kuning kini sudah dapat diunggah dilaman media online.
Namun, banyak santri yang mengeluhkan bahwa kitab kuning dimedia online yang beredar itu bercorak wahabi. Dampaknya sangat dirasakan oleh pembaca pemula yang belum memiliki kemampuan mendalam tentang kitab kuning, sulit mendeteksi kitab dan penerjemahan yang bercirikan Aswaja atau bukan.
Dalam hal ini, diharapkan hasil-hasil bahtsul masail NU yang notabane-nya menjadi rujukan santri, harus selalu sigap dan tanggap ketika mendapati fenomena baru dimasyarakat. Tentunya dengan tingkat keterbacaan yang tinggi, website atau blog santri dan pesantren dapat menduduki ranking pertama dimesin pencari google.
*Mahasiswi Sekolah Tinggi Agama Islam Mempawah
Posting Komentar