Oleh: Muhammad Agus Tarmizi*
Indonesia
adalah salah satu negara yang menganut
sistem demokrasi,di mana kekuasaan berada di tangan rakyat, untuk rakyat dan
oleh rakyat.Demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang kekuasaannya berada di
tanggan rakyat,baik secara langsung (demokrasi langsung) maupun perwakilan
(demokrasi perwakilan).Dalam sistem demokrasi yang dijalankan di
Indonesia, pemerintah Indonesia menganut sistem demokrasi keterwakilan di mana
rakyat memilih perwakilan dalam menyampaikan aspirasi mereka.Demokrasi
keterwakilan adalah keikutsertaan rakyat di dalam pemerintahan yang di wakilkan
oleh rakyat-rakyat yang di pilih secara langsung melalui pemilu baik pemilihan
eksekutif maupun pemilihan legislatif.
Pemilihan
legislatif adalah pemilihan umum yang di lakukan oleh rakyat menentukan
wakil-wakil rakyat yang duduk di kursi dewan perwakilan rakyat (DPR).Pemilihan
legislatif di atur dalam undang-undang republik Indonesia nomor 8 tahun 2012
tentang pemilihan umum anggota dewan perwakilan rakyat,dewan perwakilan
daerah,dan dewan perwakilan rakyat daerah.Di mana setiap warga negara Indonesia
berhak mencalonkan diri sebagai wakil rakyat dengan syarat dan ketentuan yang
berlaku.Berdasarkan salah satu persyaratan calon legislatif pada pasal 12 huruf
a yang menyatakan bahwa warga negara yang berumur 21 tahun atau lebih bisa
mencalonkan diri sebagai calon legislatif menimbulkan fenomena dan arus baru
dalam kancah perpolitikan Indonesia.Calon legislatif muda mulai ikut andil dan berpartisipasi dalam proses pemilihan
wakil rakyat.
Pada
pemilihan legilatif di tahun ini, 2019 calon anggota legislatif yang berusia
muda banyak bermunculan,wajar saja
seperti yang banyak di prediksi berbagai kalangan di mana di tahun politik 2019
ini sudah masuk pada fase zaman milenial dan bonus demografi di mana usia muda
menjadi kelompok yang terbanyak dalam postur demografi.Forum Masyarakat peduli
Parlemen Indonesia (Formappi) hasil kajian anatomi hasil caleg sementara (DCS)
Pemilu legislatif 2019.Hasilnya 21 persen caleg DPR berusia milenial atau 930
caleg dalam rentang usia 21-35 tahun.Sementara itu,parpol yang banyak mengusung
caleg milenial adalah Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sebanyak 240
caleg,Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Sebanyak 142 caleg,dan Gerindra 98 caleg.
Calon
Legislatif usia muda yang bermunculan di satu sisi mempunyai keunggulan dengan
mereka yang usia produktif,segar dan energik dapat menigkatkan gelora dan
semangat kerja di lain sisi ini sebagai pemula,rakyat melihat tampilnya
caleg-caleg muda belum mempunyai reputasi politik yang memadai,masih di anggap
wajah baru,belum ada pengalaman politik praktis dan komunikasi politik yang di
bangun sematang calon legislatif yang senior.Sehingga ini menimbulkan tanda
tanya besar apakah calon legislatif muda benar-benar memiliki kompetensi dan
gagasan yang di bawa atau hanya regenerasi politik dan konstestasi pasang muka.
Maka
tentu,calon legislatif-legislatif muda ini punya PR besar untuk meyakinkan
kepada pemilih (rakyat) atas keberaniaanya untuk berkonstestasi dan menjadi
wadah penghubung aspirasi rakyat,dapat meyakinkan rakyat bahwa mereka hadir
mewarnai kancah perpolitikan dengan membawa narasi,ide dan gagasan dan solusi
kongkrit yang di tawarkan yang memang
sebelumnya sudah mereka amati dan pelajari bahkan alangkah lebih baik terjun
langsung di lapangan untuk mendengarkan aspirasi dan keluhan masyarakat,Sementara
itu,di era yang serba digital,media sosial juga menjadi salah satu
penentu.Jumlah pengguna internet meningkat singnifikan .Peran media sosial
tidak dapat dikesampingkan.
Media
sosial menjadi sarana efektif untuk ajang kampanye dan mempromosikan gagasan
dan narasi yang di bawa calon-calon legislatif muda,jangan takut di sebut
melakukan pencitraan.Sebagai bagian untuk meyakinkan publik,upaya pencitraan
sangat wajar dan sah-sah saja di lakukan.Namun konten yang di produksi dan di
bagi tentu harus mengandung unsur-unsur nilai yang positif terhadap masyarakat.Data
kementrian dalam negeri mencatat dari jumlah pemilih 196,6 juta jiwa, 100 juta
di antaranya adalah pemilih milenial.Yakni pemilih usia 17 sampai 34 tahun.Data
dari Saiful Mujani Research Consulting (SMRC) menyebut ada 34,4 persen pemilih
kategori milenial.Banyaknya jumlah pemilih usia di bawah 40 tahun menjadi modal
calon legislatif milenial menggarap suara dari kaumnya.Apalagi mereka yang
sudah melek teknologi dan aktif di sosial media.
Terakhir,membangun
solidaritas calon legislatif muda dengan internal partai politik.Peran internal
politik sangat berpengaruh mereka
orang-orang yang paham medan.Mereka yang bukan hanya sehari dua hari di
partai,dan sudah paham liku-liku perjalanan politik.Bahkan tak jarang mereka
juga mempunyai kekuatan basis massa.Sehingga jika ketiga hal yang di paparkan
di atas dapat di lakukan oleh calon legislatif-legislatif muda tentu sudah
mempunyai modal awal untuk meyakinkan rakyat bahwa mereka hadir dan berjuang dengan
membawa gagasan dan ide serta solusi-solusi kongkrit untuk menjawab
permasalahan-permasalahan yang di rasakan rakyat sehingga dapat mepis pradigma
rakyat bahwa mereka hadir hanya regenerasi politik dan konstestasi pasang muka.
*Mahasiswa
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Tanjungpura
Posting Komentar