KtHx54QkBr383xDR2xK8jWF4FPsDN0wkvFCwXh9V
Bookmark

Menggeser Tradisi Mubazir Masyarakat Di Malam Tahun Baru Masehi

Ilustrasi/Net
Oleh: Ridwan*

Akhir-akhir ini kita sering sekali mendengar beberapa orang dan media baik media swasta, pemerintahan, atau media agamis sekalipun sibuk membahas tentang momentum pergantian tahun.

Ada yang ikut menyemarakkan ada juga yang berusaha mati-matian agar malam pergantian tahun baru ini tidak dirayakan sebagai mana tahun-tahun sebelumnya.

Nah, dimana atau bagaimanakah kita sebagai mahasiswa yang mengaku kaum intelektual yang sudah seharusnya memiliki pemikiran netral dan tidak asal-asalan mengikuti opini atau bahkan fakta dari pihak-pihak lain yang bisa saja salah.

Apalagi, sebagai mahasiswa yang ber-agama islam lebih berat lagi. Karena selain untuh diri kita sendiri sebagai seorang muslim intelektual kita juga punya tanggung jawab atas orang lain disekitar kita.

Saya tidak akan berpanjang lebar membahas pandangan islam tentang bagaimana hukum merayakan tahun baru masehi, namun lebih fokus pada apa yang harus kita lakukan pada malam pergantian tahun ini.

Sebagai seorang muslim intelektual sudah pasti kita akan menghindari daripada perbuatan sia-siq di malam pergantian tahun baru nanti, namun tak sedikit pula orang-orang diluar sana yang belum mengerti dan masih melakukan perbuatan sia-sia seperti membakar kembang api, dll. Atau malah melakukan perbuatan buruk seperti berjoget ria hingga pagi, minum-minuman ber alkohol sampai teler dll.

Nah, fenomena inilah yang harus kita rubah karena sebagai orang yang tahu dan paham betul akan betapa sia-sianya perbuatan tersebut maka kitalah yang harus menyampaikan dan sekaligus membuat gerakan perlawanan agar apa yang kita yakini sebagai perbuatan sia-sia tersebut tidak terus menerus dilakukan oleh teman, keluarga dan mungkin orang tua kita sendiri.

Jadi perlu gerakan seperti yang mulai dilakukan belakangan ini dimana malam pergantian tahun baru masehi dibarengi dengan Tabligh Akbar, Shalawatan, Diskusi dll.

Ini jelas sebuah kegiatan yang lebih bermanfaat ketimbang hura-hura, terlepas nantinya akan diklaim tetap saja dalam rangka tahun baruan "dalam islam mengikuti tradisi agama lain berarti kita termasuk agama/kaum itu juga" tapi ini harus kita lakukan untuk mengubah pola laku kebanyakan muslim Indonesia.

Nantinya setelah setiap tahun diadakan bisa saja tanggal Tabligh Akbar atau kegiatan lainnya itu kita geser menjadi tanggal 2, 3, 4 atau bahkan 23 dan orang-orang tidak akan komplain karena esensi dari kegiatan tersebut tidak berubah.

Jika sudah demikian maka kita secara tidak langsung sudah berhasil mengubah pola laku masyarakat muslim Indonesia dan tidak akan ada lagi kegiatan mubazir lainnya pada malam pergantian tahun baru masehi.

*Kader HMI Komisariat Dakwah Cabang Pontianak
Posting Komentar

Posting Komentar