Oleh : Zumratul IstiQamah
Tanjak, ikat kepala khas Melayu ini harus dipopulerkan. Dapat digunakan di berbagai aktivitas seperti saat sedang santai di kafe ataupun menonton bioskop.
Sehari Bisa Produksi 20 Tanjak
Tanjak, merupakan kain yang dililitkan di kepala khas budaya Melayu. Ikat kepala yang biasa yang digunakan para bangsawan atau raja-raja Melayu di zaman dulu itu terasa mulai meredup.
Hadirnya tren fashion barat yang menjadi kiblat masyarakat Indonesia, membuat budaya tanjak mulai dilupakan, bahkan oleh masyarakat Melayu itu sendiri.
"Semakin pudar, banyak orang yang tidak tahu tanjak. Bahkan orang Melayu sendiri tidak tahu,” demikian diungkapkan Ketua Persatuan Orang Melayu (POM) Kalbar.
Melihat permasalahan ini, Persatuan Orang Melayu (POM) Kalbar berinisiatif untuk kembali memperkenalkan tanjak kepada masyarakat, khususnya kepada mereka yang bersuku Melayu.
Untuk itu, POM Kalbar mendirikan Rumah Tanjak, sebagai tempat mengoleksi berbagai model tanjak. Masyarakat juga dapat memesan tanjak di tempat ini.
Rumah Tanjak ini merupakan bagian dari unit usaha POM Kalbar. POM Kalbar sebagai organisasi yang mandiri tentu memerlukan dana untuk membiayai setiap kegiatan-kegiatannya.
Rumah Tanjak yang berlokasi di Podomoro Gg Saptajaya No 1 ini dalam seharinya dapat memproduksi 20 buah tanjak. Pemesannya datang dari mana saja, terutama di Kalbar. Kendati demikian, tidak menutup kemungkinan adanya pemesan dari luar Kalbar, karena kebudayaan Melayu tersebar diberbagai daerah di Indonesia.
“Pemesan dari mana saja, bahkan dari luar Kalbar juga ada,” katanya.
Saat ini Rumah Tanjak masih melayani pemesanan secara langsung baik melalui media sosial maupun langsung ke lokasi usaha. Pesanan yang membeludak serta keterbatasan SDM menjadi salah satu kendalanya memasarkan ke toko oleh-oleh di Pontianak.
“Kemarin toko yang PSP sudah ada yang minta, tapi kami belum sanggup penuhi,” tambahnya.
Kendati menjadi ladang usaha, namun tujuan dari berdirinya Rumah Tanjak ini adalah upaya untuk mengangkat kembali budaya mengenakan tanjak.
Ikat kepala berbahan kain songket tersebut diharapkan dapat dikenakan oleh semua kalangan, baik kalangan pemuda hingga orang tua.
Penggunaannya tidak hanya untuk kegiatan-kegiatan resmi, seperti acara kebudayaan, atau pesta pernikahan. Namun dapat digunakan di dalam keseharian, misalnya ketika sedang santai di cafe dan berbagai aktifitas lainnya.
“Kami ingin orang bangga pakai tanjak, mau di mana saja dan kapan saja,” katanya.
Tahun ini, POM ingin kebudayaan tanjak menggaung di Kalbar. Sedangkan tahun depan, kebudayaan ini dapat dikenal lebih luas hingga level nasional.
“Tahun ini gaungnya meng-Kalbar-kan tanjak, tahun depan meng-Indonesia-kan tanjak,” tutupnya.
*Mahasiswa Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Pontianak
Posting Komentar