KtHx54QkBr383xDR2xK8jWF4FPsDN0wkvFCwXh9V
Bookmark

Generasi Muda Menghadapi Tahun Politik

Ilustrasi/Net
Oleh: Syaftoni*

Dalam sebuah negara demokrasi, pemiluu merupakan salah satu pilar utama dari sebuah proses akumulasi kehendak masyarakat,dan pemilu juga merupakan prosedur demokrasi untuk memilih pemimpin atau wakil rakyat. Masyarakat berkewajiban mengikuti pemilu dengan cara memberikan hak suaranya untuk memilih calon pemimpin / wakil rakyat yang di harapkan bertanggung jawab dan bijaksana untuk kepentingan rakyat dan negara. Pemilu dilaksanakan dengan menganut asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

Fungsi utama pemilihan umum yaitu sebagai Sarana memilih pejabat publik  (pembentukan pemerintahan), sarana pertanggung jawaban pejabat publik dan Sarana pendidikan politik rakyat.

Pemilihan umum dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pertama dengan cara langsung,  dimana rakyat secara langsung memilih wakil-wakil nya yang akan duduk di badan-badan perwakilan rakayat seperti pemilu memilih  anggota DPR, DPRD dan Presiden.

Kedua, cara bertingkat, dimana  rakyat terlebih dahulu memilih wakil-wakilnya (senat), lantas wakil rakyat itulah yang memilih calon wakil rakyat yang akan duduk di badan-badan perwakilan rakyat.

Pada tahun 2018 dan 2019 ini di sebut-sebut sebagai tahun politik oleh banyak orang karena pada tahun ini politik menjadi topik yang paling hangat di kalangan masyarakat dan juga banyaknya isu-isu politik yang berkaitan dengan pemilu serentak  yang akan di adakan pada tahun 2019 mendatang yaitu pemilihan umum legeslatif dan pemilihan umum presiden.

Pemilihan umum legeslatif 2019
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 2019 (biasa disingkat Pemilu Legislatif 2019) diselenggarakan pada 17 April 2019 untuk memilih 575 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 136 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2019–2024. Pemilu Legislatif tahun tersebut dilaksanakan bersamaan dengan Pemilihan umum Presiden Indonesia 2019.

Pemilihan umum presiden 2019
Meskipun pada tahun 2004, 2009 dan 2014 menggunakan sistem proporsional terbuka, pemerintah mengusulkan agar pemilihan tahun 2019 dilakukan menggunakan sistem kombinasi, yang menggabungkan antara sistem proporsional terbuka dan tertutup. Pemerintah juga memunculkan ambang batas untuk pemilihan 2019, pemerintah dinilai membawa kepentingan partai politik. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) lahir atas pertimbangan untuk menyederhanakan atau menyatukan beberapa UU yang berdiri sendiri, seperti: UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, dan UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD.

Penyederhanaan ini perlu dilakukan, karena pada tahun 2019 Indonesia akan melaksanakan Pemilu secara serentak, yang tentu berbeda dengan Pemilu-pemilu sebelumnya. Penyederhanaan atau penyatuan beberapa undang-undang menjadi satu undang-undang tentang Pemilu bertujuan untuk menjamin konsistensi pengaturan sistem pemilu, serta memberikan kepastian hukum dan mencegah duplikasi dalam pengaturan Pemilu ( Pasal 4 UU no 7 Tahun 2017).

Ada hal unik dalam menyambut pemilu 2019 ini, dimana banyaknya partai politik yang berlomba-lomba untuk menarik perhatian dan mendapatkan suara para pemuda yang sekitar 14 juta orang, adalah generasi muda yang akan memakai hak pilih untuk pertama kalinya.

Generasi muda menjadi sasaran empuk bagi politisi-politisi yang ingin mengajukan diri sebagai anggota dewan karena kondisi idealis pemuda yang mudah sekali dipengaruhi tentang keberpihakan. Dengan peran generasi milenial sebagai pemilih yang memiliki sumbangsih terhadap suara hasil pemilihan yang cukup besar, maka posisi generasi milenial menjadi sangat strategis untuk menjadi objek sasaran pemungutan suara.

namun menjelang pemilu akbar 2019 ini di warnai dengan marak nya penyebaran berita hoax, ujaran kebencian dan di perpanas lagi dengan adanya  perang tagar oleh para netizen pendukung kedua kubu calon presiden dengan tagar #2019gantipresiden dan #2019tetapjokowi di internet. Hal tersebut di khawatirkan dapat menimbul hal negatif yang dapat menimbulkan perpecahan, lalu harus bagaimanakah generasi muda ini dalam menghadapi suasana panasnya politik ini?.

Peran dan partisipasi pemuda saat ini sangat penting, terutama untuk membendung upaya pemecah belah bangsa jelang  pesta demokrasi atau Pemilu tahun 2019, generasi muda dituntut untuk menjadi agen perubahan, bukan terjerumus ke hal-hal yang dapat merugikan kepentingan bangsa. Di harapkan peran pemuda dapat menghalangi dampak negatif dari informasi-informasi yang tidak jelas sumber dan kebenarannya seperti berita hoax dan ujaran kebencian yang di kaitkan dengan politik.

Banyaknya hal negatif yang terjadi sekarang ini, politik memberikan pembelajaran yang buruk bagi generasi yang seharusnya mendapatkan edukasi tentang pentingnya berdemokrasi dan berpolitik, malah disuguhkan dengan ketidak pantasan dalam berdemokrasi,dan mereka di paksa harus berfikir secara rasional dan jauh kedepan, maksudnya yaitu mereka tidak asal bertindak maupun melakukan sesuatu, namun  mereka merumuskannya secara matang dan memikirkan kembali dengan melihat dampak-dampak yang akan terjadi.
Tentunya pemuda sebagai generasi bangsa, sebagai anak negeri mampu memposisikan diri menjadi contoh yang baik bagi masyarakat umum tentang  cara berdemokrasi dengan baik, jujur dan adil. Bagaimanapun pemuda merupakan aktor penerus yang akan menentukan masa depan negeri ini selanjutnya.

Namun bagaimana jika politisi atau aktor politik yang mencalonkan diri dalam pemilu tersebut di anggap tidak kompeten dan tidak bijaksana dalam memimpin, apakah pemuda dapat memilih golput?.
Golput bukanlah jalan keluarnya,pilih lah calon pemimpin yang kriterianya di rasa cocok untuk indonesia kedepannya. Karena kita dapat membedakan dan membandingkan visi dan misi dari calon pemimpin tersebut yang dimana menurut kita lebih berdampak positifnya dalam membangun  indonesia yang lebih baik dan mengawal pembangunan bagi pemimpin yang nantinya terpilih.

Ini adalah langkah awal generasi muda untuk berkontribusi dalam pembangunan bangsa.Dengan tidak melakukan golput maka pemuda telah membuktikan diri sebagai aktor demokrasi bangsa ini. Diharapkan juga pemuda dapat turut mengambil bagian dalam perbaikan sistem pemerintahan di Indonesia.
Pemuda bukan hanya penerus bangsa, tetapi sudah menjelma pula menjadi pelurus bangsa. Pemuda Indonesia harus menjadi barometer demokrasi politik bangsa ini dan diharapkan mampu membawa dinamika politik yang sehat dan dinamis.

*Mahasiswa Prodi Hubungan Internasional Universitas Tanjungpura Pontianak
0

Posting Komentar