Di bawah bulan purnama yang begitu
terang. Sepasang kekasih saling berhadapan. Membisu satu sama lain. Saling
menatap begitu dalam. Keduanya terdiam untuk waktu yang lama. Bahkan hembusan
angin yang begitu terasa dingin tak membuat mereka bergerak sedikitpun.
Steven dan Avissa sudah berpacaran
selama 20 bulan. Banyak suka duka dan kenangan yang mereka lewati bersama.
Suatu hari, mereka bertengkar hebat. Saling menyalahkan satu sama lain, saling
egois satu sama lain, saling adu mulut, berdebat satu sama lain.
Pertengkaran mereda saat Steven
mulai berbicara lembut dan mengendalikan keadaan. Ia meminta maaf terlebih
dahulu kepada Avissa. Avissa gadis yang begitu keras kepala, tidak memaafkan
Steven dengan begitu mudahnya, disisi lain ia pun sadar kalau ia salah dan
begitu egois. Avissa hanya terdiam.
Steven tetap berusaha membujuk
Avissa, meminta maaf padanya dan menggenggam kedua tangan Avissa. Steven
berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Ia berjanji tidak akan
pergi berdua dengan perempuan lain semendesak apapun kondisinya. Avissa mulai
tenang, ia sadar tidak boleh terus-terusan bersikap seperti ini, sikapmya
seperti ini hanya akan menghancurkan hubungannya. Avissa menerima permohonan
maaf Steven, dan juga berjanji akan memperbaiki sikapnya serta berjanji untuk
tidak pergi berdua dengan laki-laki lain. Perdebatan itu terselesaikan begitu
saja setelah keduanya saling berjanji untuk tidak melakukan kesalahan yang
sama.
***
Beberapa bulan setelah Steven dan Avissa
saling berjanji satu sama lain. Steven mengikuti sebuah event yang begitu
penting. Event itu mengharuskan ia berpasangan dengan perempuan lain. Karna
satu dan lain hal Avissa tidak dapat menjadi pasangan Steven dalam event
tersebut. Karena kondisi yang memang sungguh tidak memungkinkan, Avissa mencoba
merelakan Steven mengikuti event tersebut dengan perempuan lain.
Hal yang tidak terduka terjadi
Steven menjadi pemenang dalam event tersebut. Disisi lain, hal ini membuat
Avissa khawatir. Dengan menangnya Steven dalam event tersebut, Steven akan
menjadi lebih sibuk karena ia harus menjalankan tugasnya sebagai pemenang dari
event tersebut selama 1 tahun kedepan. Dan yang membuat Avissa semakin takut,
Steven akan menjalankan tugasnya sebagai pemenang dengan perempuan lain.
Perempuan yang juga menjadi pemenang dalam event tersebut.
Avissa menggerutu dalam hati. Ia tak
sampai hati melarang Steven mengikuti event itu. Steven begitu bersemangat
mengikuti event tersebut. Bagaimana tidak, event itu dapat meningkatkan pamor
seseorang. Dan yang paling penting., Niat Steven mengikuti event itu karena
ingin membanggakan kedua orang tuanya.
Kemenangan Steven dalam event
tersebut membuat Steven berubah 180 derajat. Ia lebih sibuk dari sebelumnya,
banyak menghabiskan waktunya menghadiri acara demi acara yang harus dihadirinya
karena dia merupakan pemenang dari event yang sebelumnya ia ikuti. Dan
tentunya, semua acara yang dihadirinya ia hadiri bersama perempuan yang juga
menjadi pemenang dalam event tersebut.
Avissa menahan hati melihat itu
semua. Setiap hari Avissa hanya marah-marah atas apa yang terjadi. Ia tidak
terima jika Steven terus-terusan menyibukan diri dengan tugas-tugasnya sebagai
pemenang dan tidak mempedulikan dirinya sama sekali. sampai pada akhirnya
Steven semakin bersikap acuh tak acuh pada Avissa.
Hubungan keduanya mulai terlihat
memburuk. Saling acuh tak acuh, saling tidak mempedulikan satu sama lain,
saling menyibukkan diri sendiri. Waktu keduanya untuk bertemu bisa dihitung
dalam satu bulan. Dan dalam pertemuan itu hanya diisi dengan perkelahian.
***
Janji yang sudah diucapkan satu sama
lain pada malam itu hanya berlangsung selama beberapa bulan saja. Kesalahan
yang sama terulang kembali karna salah satu dari mereka melanggar janji yang
dibuat sendiri.
Steven melanggar janjinya, ia berpergian
berdua dengan perempuan lain, berfoto suka ria bersama perempuan lain. Hal itu
membuat Avissa sangat marah. Avissa terus mengungkit tentang janji yang dibuat
Steven. Disisi lain Steven hanya menyebut semua itu hanya formalitas dan
menyuruh Avissa untuk berfikir dewasa. Berkali-kali Steven mengabaikan semua
ocehan dan kekesalan Avissa padanya.
Avissa mulai merasa lelah dengan
semua ini. Ia dilema antara harus bertahan atau berhenti sampai disini. Steven
sudah terasa begitu jauh. Disisi lain, ia memikirkan hubungan mereka yang sudah
lama mereka jalani. Avissa tidak tau harus berbuat apalagi. Ia hanya mencoba
menerima semuanya.
Kemarahan Avissa semakin menjadi
saat Steven selalu tidak ada saat Avissa memerlukan pertolongannya.
Berkali-kali Avissa sakit dan dalam keadaan susah. Dan Steven tetap sulit untuk
dimintai pertolongan. Permintaan tolong Avissa berakhir dengan perkelahian.
Sampai pada akhirnya Avissa mulai tidak tahan dengan ini semua. Ia mencari
orang lain yang bisa mengerti akan dirinya. Dan Avissa menemukan orang
tersebut. Teman lama Avissa, Leo.
***
Avissa mulai terbiasa dengan sikap
Steven yang acuh tak acuh padanya. Avissa bersikap yang sama pada Steven, tidak
ambil peduli atas apapun yang Steven lakukan. Disisi lain, Avissa mulai terus
saling berkomunikasi dengan teman lamanya. Saling bercerita keluh kesahnya pada
Leo.
Sampailah pada suatu hari Leo
mengajak Avissa untuk pergi berdua bersamanya. Sebelumnya Avissa merasa tidak
yakin. Avissa mengingat janji yang dibuatnya, tapi dia ingat atas perlakuan
Steven dan bagaimana Steven mengingkari janjinya. Hati Avissa begitu kecewa
mengikat bagaimana perlakuan Steven akhir-akhir ini. Hingga Avissa memutuskan
untuk menerima ajakan Leo untuk jalan bersamanya.
Avissa mulai terbiasa pergi bersama
Leo. Steven masih sibuk dengan urusannya, dan tidak peduli dengan apa saja yang
terjadi dengan Avissa. Avissa semakin tidak peduli dengan apa yang Steven
lakukan. Ia mencari kebahagiannya sendiri.
Sampailah suatu ketika, Steven
mengetahui dengan apa yang dilakukan Avissa. Ia tahu kalau Avissa berpergian
dengan lelaki lain. Steven begitu marah besar ia mengajak Avissa bertemu.
Keduanya saling adu mulut saat bertemu. Avissa terus mengelak kalau ia
berpergian dengan lelaki lain. Steven semakin marah besar dan mendesak Avissa.
Avissa mengatakan sejujurnya, tentang ia berpergian dengan lelaki lain. Steven
begitu kecewa dengan Avissa. Steven menampar Avissa.
“Sebelum menyalahkanku, sadarlah!
Kau yang memulai melanggar janjimu! Kau bepergian dengan perempuan lain,
berfoto suka ria dengan perempuan lain! Kau mengabaikan semua amarah dan rasa
cemburuku! Kau sibuk dengan semua urusanmu dan tidak mempedulikan aku!” Teriak
Avissa. Ia menangis terisak-isak. Pipinya terasa panas. Air mata tak berhenti
keluar dari matanya.
Steven marah dengan pembelaan diri
Avissa. Ia menampar Avissa kembali. Menyalahkan Avissa harusnya tak membalas
dendam. Mengatakan apa yang ia lakukan selama ini dengan perempuan lain
hanyalah formalitas. Avissa semakin menangis menjadi-jadi. Tak terasa darah
segar keluar dari sudut bibirnya.
Akhirnya, Steven mulai tersadar. Ia
menangis. Memohon maaf pada Avissa. Ia tak seharusnya memukul Avissa. Sesalah-salahnya
perempuan, seharusnya tidak boleh sampai dipukul. Steven menangis. Ia begitu
menyesal. Avissa mencoba melarikan diri, tapi Steven menahannya. Steven
memohon-mohon maaf pada Avissa sambil menangis.
Keduanya saling menangis. Avissa
tidak tahu harus berkata apalagi. Ia mengatakan ingin mengakhiri hubungannya
dengan Steven. Steven tidak ingin hal itu terjadi ia terus meminta maaf pada
Avissa sambil menangis, ia terus-terusan membujuk Avissa.
Avissa tidak tahu harus berkata
apalagi. Ia hanya minta diantar pulang. Steven menurut. Keduanya saling
menangis sepanjang jalan. Steven terus meminta maaf dan maaf. Sedangkan Avissa
tidak menanggapi Steven sama sekali.
Sesampainya dirumah, Avissa merasa
kacau. Ia mencuci wajahnya dan masih terus menangis. Tak lama kemudian ia
melihat bergitu banyak pesan masuk di handphonenya, semua pesan dari Steven.
Steven terus memohon maaf. Steven meminta Avissa untuk memberikan kesempatan
kedua padanya. Steven mengatakan ia telah mengakui kesalahannya pada orang
tuanya. Ibu Steven meminta Steven untuk membawa Avissa kerumahnya keesokan
harinya. Steven memohon pada Avissa untuk mengizinkannya membawa Avissa
kerumahnya. Avissa hanya mengiyakan, disisi lain ia berfikir karna Ibu Steven
yang ingin bertemu dengannya.
***
Keesokan harinya. Steven menjemput
Avissa untuk dibawa kerumahnya. Diperjalanan keduanya hanya saling diam. Mata
keduanya begitu terlihat bengkak dan sembab. Keduanya hanyut dalam fikiran
masing-masing.
Sesampainya di rumah Steven, Ibu
Steven langsung memeluk Avissa. Ibu Steven mengisyaratkan agar Steven
meninggalkan mereka berdua. Avissa tidak berani menatap mata ibu Steven. Ia
terus mengalihkan pandangannya.
Ibu Steven mengelus perlahan lengan
Avissa. Berbicara perlahan kepada Avissa meminta Avissa menjelaskan apa yang
terjadi. Avissa menjelaskan semuanya, ia hampir menangis mengingat apa yang
terjadi semalam padanya. Ibu Steven terlihat sedih. Setelah menjelaskan
semuanya, Avissa hanya terdiam kembali. Ibu Steven mengerti dengan apa yang
dirasakan Avissa dan meminta maaf dengan sungguh-sungguh atas nama Steven. Ibu
Steven telah menegur Steven dan menjanjikan Steven tidak akan melakukan hal
yang sama.
Avissa hanya terdiam. Ibu Steven
menjelaskan solusi terbaik untuk Avissa, dan terus meminta maaf pada Avissa.
Avissa hanya terus mengangguk. Terlihat dari mata Ibu Steven, bahwa beliau
begitu menyayangi Avissa dan ingin Avissa terus bersama Steven.
Hingga waktu menunjukan pukul 9
malam. Steven mengantar Avissa untuk pulang. Diperjalanan Avissa masih terus terdiam.
Sedangkan Steven terus memohon maaf. Steven mengajak Avissa ke taman. Avissa
hanya mengangguk, ia tetap terdiam.
***
Saat ditaman, keduanya terdiam.
Steven mencoba menggenggam tangan Avissa. Tapi Avissa menepis tangan Steven.
Steven hanya terdiam. Ia meminta maaf kembali pada Avissa. Steven benar-benar
berharap hubungannya dengan Avissa tidak berakhir. Disisi lain, Avissa merasa
bodoh karna ia masih menyayangi Steven.
Avissa mulai bersuara. Ia meminta
maaf atas kesalahannya sebelumnya. Steven terkejut. Ia senang dengan ucapan
Avissa. Steven kembali meminta maaf juga pada Avissa. Avissa kembali terdiam
dan hanya mengangguk. Steven memegang tangan Avissa. Mencoba berbicara perlahan
pada Avissa, dan mencoba meluruskan semuanya. Avissa hanya mendengar. Ia
kembali tak bersuara. Steven terus menggenggam tangan Avissa.
Pada akhirnya, Avissa menatap tajam
mata Steven. Ia menatap begitu dalam dan lama. Steven hanya terdiam, ia terus
merasa bersalah dan terus meminta maaf.
“Baiklah. Aku minta maaf atas
kesalahanku sebelumnya. Dan aku memaafkanmu atas kesalahanmu. Aku akan berikan
kesempatan kedua padamu. Tolong hargai itu. Ayo kita perbaiki semuanya
bersama-sama.” Ucap Avissa hampir tak terdengar. Tapi terlihat begitu
sungguh-sungguh.
Steven merasa lega dengan apa yang
diucapkan Avissa. Ia mencium tangan Avissa. Ia bersungguh-sungguh akan
membuktikan pada Avissa kalau ia serius pada Avissa, dan tidak akan mengulangi
kesalahan yang sama kembali.
Sepasang kekasih itu mencoba
intropeksi diri masing-masing. Keduanya bersama-sama akan memperbaiki semuanya.
Memperbaiki hubungan yang mulai retak karna kesalahan-kesalahan yang terjadi.
BIOGRAFI PENULIS
Nama Saya
adalah Icmi Risalati, anak ke-1 dari dua bersaudara yang dilahirkan 19 tahun
lalu, tepatnya pada tanggal 23 Februari 1999 di Sukabumi, Jawa Barat.
Sejak
usia 7 tahun saya diajak bertransmigrasi ke Pulau Kalimantan oleh kedua orang
tua saya. Dan sekarang orangtua saya menetap di Kota Sambas. Saya adalah
seorang alumni SMA Negeri 10 Singkawang. Setelah saya lulus dari SMA Negeri 10
Singkawang, saya melanjutkan studi saya ke jenjang yang lebih tinggi di
Pontianak. Saya diterima di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Kota
Pontianak, tepatnya di Poltekkes Kemenkes Pontianak dan mengambil jurusan
kebidanan. Kontak saya yang dapat dihubungi
yaitu : 089661183893 / icmi.risalati.99@gmail.com
Posting Komentar