KtHx54QkBr383xDR2xK8jWF4FPsDN0wkvFCwXh9V
Bookmark

Kronologi Kekerasan Terhadap Wartawan LPM UIN SGD Bandung

Bandung, Jurnalistiwa Online – Kekerasan Aparat Kepolisian terhadap Wartawan di Kota Bandung kembali terulang. Kali ini menimpa Wartawan Kampus LPM Suaka UIN SGD Bandung, Muhammad Iqbal saat meliput aksi demontrasi penggusuran tanah Tamansari di Balai Kota (Balkot) Bandung, Kamis (12/4/2018).
Kronologi Kejadian
Aksi dimulai pada pukul sembilan dari Masjid Al-Islam menuju Balai Kota Bandung. Pada pukul 12.30, ketika massa aksi sudah di Balkot, mereka memblokade jalan karena pihak Pemkot Bandung masih belum menunjukan batang hidungnya untuk menemui massa aksi.
Kemudian pada  pukul 13.25, kericuhan terjadi karena adanya tindakan represif aparat terhadap massa aksi dengan dalih menganggu pengguna jalan. Tak lama, pada 13.33, salah satu massa aksi, Dimas diseret kaki dan tangannya oleh aparat dari kerumunan aksi dan disusul Aheng yang juga dipisahkan oleh aparat.
Salah satu Wartawan LPM Suaka, Muhammad Iqbal yang melihat kejadian itu, mencoba mendekati aparat yang membawa Dimas. Namun, Ia mendapatkan dorongan dan perkataan kasar dari petugas. “Siapa lu Anjing ! Keluar Sana !,” teriak petugas kepada Iqbal. Ia mencoba meyakinkan petugas bahwa ia adalah Wartawan, namun tidak digubris dan memaksa Iqbal keluar dari Balkot.
Kemudian, Iqbal mencari cara lain untuk memotret suasana di mobil dalmas-tempat Dimas dan Ehang diinterogasi. Dari kejauhan, Iqbal memotret kearah mobil Dalmas, hampir tujuh sampai delapan jepretan. Tak lama berselang, seorang polisi melihat kemudian menarik dan meminta identitasnya.
Ketika menunjukan kartu pers miliknya, Ia ditarik ke dekat truk dan diintrogasi kembali oleh beberapa polisi dan mencoba mengambil kamera miliknya dengan cara paksa. Iqbal menolak dengan pembelaan bahwa itu adalah haknya sebagai pers. Namun, karena dianggap tidak kooperatif, Iqbal dimasukan kedalam truk.
Di sana Iqbal diintimidasi agar foto jepretannya harus dihapus demi kebaikannya. Ketika Iqbal menagih kartu pers miliknya, Polisi tersebut memeberi syarat akan mengembalikan jika foto-foto itu dihapus. Sekuat Iqbal menolak, akhirnya, karena terus ditekan, foto itu pun dihapus, sambil dipaksa menunjukannya pada Polisi, pertanda Iqbal tidak mengada-ngada.
Kemudian, selepas Ashar, massa aksi yang mulai kembali merapatkan barisan, meminta Pihak Pemkot Bandung atau Dinas Perumahan kawasan Pemukiman, Prasarana dan Sarana (DPKP3) untuk memberikan penjelasan mengenai pembangunan rumah deret yang ilegal tersebut.
Pada pukul 16.35, bentrokan kembali terjadi mulut gerbang Balkot yang menghadap Jalan Wastukencana. Tak lama, tiga massa aksi yakni Oki, Aang dan Fadli dipukul, diinjak dan diseret masuk kedalam Balkot. Iqbal, yang saat itu berada di pos dekat kejadian mencoba menghentikan aksi kekerasan tersebut, malah menjadi sasaran pukul oleh pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat ini.
“Saya coba melerai tapi saya malah jadi bahan sasar polisi,” terang Iqbal setelah kejadian. Saat itu ia berkata bahwa ia dari pers, namun pendapatnya tak digubris lalu didapati bogem mentah dari Polisi sebanyak dua kali dan mengenai pelipis matanya hingga memar. Tak lama berselang, Mahasiswa Administrasi Publik ini kembali ditanyai identitasnya dan difoto kartu identitas miliknya oleh Polisi.
10 menit berselang, massa aksi mengecam dan masih bertahan di lokasi serta menuntut agar ketiga rekannya dilepaskan. Namun aparat menyurush massa aksi untuk balik kanan dengan kawalam mereka. Massa aksi pun menolak karena ingin lebih dulu ketiga rekannya dikembalikan tanpa luka. Lewat negosiasi yang sengit, ketiganya pun dilepaskan oleh Polisi dengan keadaan babak belur.
Kekerasan yang menimpa Iqbal adalah yang kesekian kalinya yang dirasakan oleh Wartawan dalam proses peliputan, terlebih peliputan isu-isu sensitif seperti ini. Intimidasi, tekanan serta tindakan kekerasan oleh aparat sudah jelas melanggar kebebasan pers yang berlangsung di Indonesia.
Juru Bicara Tim Advokasi Jurnalis Independen (TAJI), amat mengecam tindakan tersebut karena melanggar Undang-undang pers. “Itu bentuk pelanggaran hukum pidana, sebagaimana tertuang dalam Pasal 18 UU Pers, di mana setiap orang yang menghalangi kebebasan pers diancam penjara maksimal dua tahun, dan denda maksimal Rp500 juta,” ujarnya dalam audiensi pernyataan sikap terkait kasus yang menimpa Iqbal tersebut.
Berangkat dari sana juga, TAJI mengundang kawan-kawan untuk bergabung dalam aksi “Stop Kekerasan Terhadap Jurnalis dan Warga Sipil” yang akan digelar Jumat, (13/4/2018) pada pukul 13.00 di Taman Vandam tepat di depan Polrestabes Bandung.
(SuakaOnline/Lukman)
0

Posting Komentar